MateriLengkap Bab Berkarya Seni Rupa KelasXI SMA Sesuai Kurikulum 2013
A. Berekspresi
Pelaksanaan aktivitas kreasi seni lukis adalah kegiatan merealisasikan konsep seni sebagai ekspresi. Yakni konsep yang mendasarkan sumber inspirasi seni dipetik dari kehidupan psikologis pelaku kreatif. Karenanya jenis seni ini lebih bersifat subjektif, namun sangat penting dalam membentuk keseimbangan antara
kehidupan rohani dan jasmani seseorang. (katarsis). Proses kreatif berekspresi ini antara lain, memerlukan persiapan: kanvas ukuran 60 x 60 cm, palet, cat minyak atau cat acrylic, kuas, cucian kuas, kain lap, dan perlengkapan lain yang dipandang perlu.
1. Mengamati
Siswa melaksanakan pengamatanterhadap realitas internal kehidupan spiritualnya, misalnya memusatkan perhatian pada kehidupan rohaninya, mungkin hal itu berkenaan dengan cita-cita, emosi, nalar, intuisi, gairah, kepribadian dan pengalaman-pengalaman kejiwaan lain yang sekarang, saat ini, dialami.
2. Menanyakan
Kemudian tanyakan kepada diri sendiri, gejala kejiwaan mana yang paling menjadi masalah, yang paling urgen untuk
diekspresikan lewat kegiatan penciptaan lukisan. Sehingga dengan cara itu kehidupan batin kita menjadi lebih tenang, sehat, dan seimbang. Lalu tetapkanlah itu sebagai sumber inspirasi atau
gagasan kreativitas anda. (penentuan subject matter atau tema).
3. Mencoba
Selanjutnya cobalah mereka-reka wujud visual gagasan
tersebut, dalam imajinasi anda, lalu buatlah sketsa-sketsa
alternatif bagaimana rupa karya lukisan yang anda inginkan, apakah figuratif menyerupai bentuk-bentuk alamiah, semi
figuratif karena telah mengalami distorsi dari bentuk alamiahnya. Atau non figuratif, yang sama sekali tidak melukiskan gejala
alamiah lagi, melainkan bentuk-bentuk abstrak. Tidak ada batasan yang perlu mengekang kebebasan kreatif anda dalam memilih gambaran wujud lukisan.Batasannya adalah pencapaian
kepuasan berekspresi, sama denganterealisasinya gagasan menjadi lukisan.
4. Menalar
Dari sejumlah sketsa yang telah anda buat itu, analisis kekuatan dan kelemahan setiap sketsa. baik dari aspek konseptual,
visual, dan kemungkinan penggunaan media (bahan baku seni) teknik berkarya yang sesuai, dan tetapkan salah satu sketsa yang paling representatif memenuhi harapan anda. Dan kemudian
berekspresilah dengan penuh rasa percaya diri. Untuk menandai lukisan telah selesai atau belum, tolok ukurnya adalah kepuasan yang anda alami. Jika rasa puas itu telah hadir, kepuasan mempersepsi wujud lukisan yang diciptakan, maka lukisan itu dapat dibubuhi dengan tanda tangan atau inisial anda. Sebagai
bukti andalah penciptanya, dan anda bertanggung jawab penuh
atas ciptaan tersebut.
5. Menyajikan
Pengertian penyajian sebuah lukisan, tidak sama dengan penyajian makalah dalam kegiatan diskusi. Jadi dalam konteks
ini siswa mengerjakan pemberian bingkai yang sesuai dengan, baik ukurannya, warnanya, maupun kesesuaian dengan aliran lukisan. Selanjutnya menulis ringkasan konsep, deskripsi visual, pembuatan label (judul, tahun penciptaan, media yang digunakan, ukuran, dan nama pencipta, serta foto karya lukisan).
Semua keterangan ini di-print dan dilekatkan di bagian belakang
lukisan. Sehingga lukisan itu dikatakan “siap dipamerkan” Kemudian lukisan tersebut untuk sementara akan di simpan
di ruang koleksi. Penyajian seni lukis yang sesungguhnya akan diselenggarakan dalam bentuk pameran awal tahun berjalan. Yang diselenggarakan dengan pembentukan panitia pameran
yang bekerja-sama dengan pihak-pihak lain, misalnya galeri, kurator, sponsor, donatur, pers, dan lain-lain. Untuk penyajian lukisan, nanti akan dibahas secara tersendiri, dalam bab Pameran
Seni Rupa.
B. Rangkuman
Berekspresi adalah salah satu kebutuhan hidup manusia, realitas internal kehidupan spiritual siswa membutuhkan penyaluran, agar dapat mencapai keseimbangan kehidupan rohaniah yang sehat. Proses mengamati, menanyakan, mencoba, menalar, dan menyaji adalah aktivitas proses kreasi yang lebih bersifat objektif. Dengan memadukan realitas internal yang subjektif dengan pendekatan objektif diharapkan siswa mendapatkan pengalaman yang berharga, yakni keharmonisan antar kehidupan batiniah dan kehidupan lahiriah. Dari proses kegiatan berekspresi ini potensi artistik para siswa akan berkembang, dan karya-karya siswa adalah objek-0bjek
real tentang apa yang mereka harapkan,inginkan, dan sudah pasti
merupakan dokumen penting bagi kehidupan psikologis mereka.
C. Refleksi
Aktivitas berekspresi dalam penciptaan lukisan di samping menghasilkan karya seni lukis, sebagai benda seni yang mengandung nilai keindahan dan makna seni. Juga berfungsi sebagai katarsis atau terapi bagi pelaku kreatifnya sendiri. Sedangkan bagi para psikolog,
karya lukisan yang diciptakan para siswa itu, merupakan data kehidupan psikologis yang dapat dipakai sebagai objek penelitian. Untuk, misalnya, mengetahui realitas kehidupan emosional,
intelektual, imajinasi para siswa kita.
D. Uji Kompetensi
1. Sikap Berekspresi
• Uraikan antusias kamu ketika berekspresi menciptakan
suatu lukisan.
• Tulis deskripsi dan fungsi seni lukis yang kamu ciptakan.
2. Keterampilan Berekspresi
• Mengamati melalui lembar observasi ketika siswa berkarya
(fluensi, fleksibilitas, elaborasi).
Mengamati pada lukisan yang dihasilkan siswa (teknik artistik:
realisasi gagasan menjadi lukisan, komposisi dan gaya pribadi).
3. Pengetahuan Berkreasi
a. Kognitif
• Uraikan dengan ringkas aspek konseptual, aspek visual, dan aspek prosedural kegiatan berekspresi melalui seni
lukis, seperti yang sudah kamu lakukan.
• Jelaskan bagaimana proses kegiatan berekspresi dengan pendekatan saintifik, dapat merealisasi gagasan menjadi
lukisan.
b. Metakognitif
Tulis aspek konseptual lukisan yang kamu ciptakan, kemukakan alasan-alasan logis mengapa kamu memilih
bentuk visual seperti itu. Kemudian uraikan manfaat seni
lukis yang kamu ciptakan bagi orang lain (konsumen seni), dan apa pula manfaat aktivitas berekspresi melalui lukisan
bagi kehidupan kamu pribadi.
4. Penilaian Diri
a. Apakah anda merasa puas dengan lukisan yang anda hasilkan?
Jika ya, tuliskan alasannya. Jika tidak puas, tuliskan pula
alasannya.
b. Apakah lukisan anda termasuk lukisan figuratif, semi figuratif, atau non figuratif. Jawablah dengan menunjukkan bukti dan
fakta visualnya pada lukisan yang anda ciptakan.
c. Apakah lukisan anda telah sesuai dengan “makna” yang
ingin anda ekspresikan.
E. Bereksperimen
Aktivitas penciptaan seni rupa (murni, desain, dan kria)
yang mementingkan kreativitas, sangat memerlukan keberanian
bereksperimen. Ada perupa yang bereksperimen dalam penyajian
bentuk seni (menciptakan bentuk baru), sementara perupa lain bereksperimen dalam memilih dan mengkombinasikan aspek
konseptual penciptaan seni. Ada pula perupa yang melakukan
eksperimen dengan memodifikasi konvensi seni, desain, dan
kria yang ada, dan, yang terakhir ada perupa yang benar-benar bereksperimen menciptakan karya seni yang benar-benar baru.
Dalam konteks proses kreatif, Guilford dalam Semiawan, Dimensi Kreatif dalam Filasafat Ilmu menyebutkan; sifat fluensi, fleksibilitas, orisinalitas, elaborasi, dan redefinisi adalah kemampuan yang
perlu dikembangkan melalui aktivitas eksperimen. Fluensi
terkait langsung dengan kesigapan, kelancaran, dan kemampuan
melahirkan banyak gagasan. Fleksibilitas adalah kemampuan untuk menggunakan bermacam-macam pendekatan dalam
memecahkan masalah. Sedangkan orisinalitas adalah kemampuan
mencetuskan gagasan-gagasan asli. Dan redefinisi adalah kemampuan merumuskan batasan-batasan dari sudut pandang
lain dari pada cara-cara yang sudah lazim. Misalnya lukisan secara konvensional didefinisikan sebagai karya seni dua dimensioanal, batasan ini dianggap oleh sebagian pelukis kreatif mengekang
kreativitas. Dengan sengaja mereka membuat lukisan dalam
wujud tiga dimensional (bentuk piramid tiga dimensi). Ini adalah
redefinisi bentuk seni.
1. Penciptaan Seni Rupa Murni
Penciptaan seni rupa murni merupakan kegiatan berkarya seni lukis, seni patung, seni grafis, seni serat, dan lain-lain, untuk
mengungkapkan pikiran, perasaan, dan pengalaman kehidupan menjadi perwujudan visual dilandasi kepekaan artistik. Kepekaan artistik mengandung arti, memerlukan kemampuan mengelola
atau mengorganisir elemen-elemen visual untuk mewujudkan gagasan menjadi karya nyata.
a. Aspek Konseptual
1) Penemuan Sumber Inspirasi
Titik tolak penciptaan karya seni rupa murni adalah penemuan gagasan. Kita harus memiliki gagasan yang jelas
dalam mengekspresikan pengalaman artistik. Sumbernya;
(1) berasal dari realitas internal, perambahan kehidupan spiritual (psikologis) kita sendiri. Misalnya harapan, cita-cita, emosi, nalar, intuisi, gairah, kepribadian dan pengalaman-pengalaman kejiwaan lain yang kadangkala
belum teridentifikasi dengan bahasa. Dengan kata lain, gagasan seni timbul dari kebutuhan kita sebagai manusia
untuk berekspresi.
(2) berasal dari realitas eksternal, yaitu
hubungan pribadi kita dengan Tuhan (tema religius), hubungan pribadi kita dengan sesama (tema sosial:
keadilan, kemiskinan, nasionalisme), hubungan pribadi kita dengan alam (tema: lingkungan, keindahan alam) dan lain sebagainya.
2) Penetapan Interes Seni
Dalam aktivitas penciptaan kita harus dapat menentukan interes seni kita sendiri, sehingga dapat berkreasi secara
optimal.
Pada dasarnya terdapat tiga interes seni: (1) interes pragmatis, menempatkan seni sebagai instrumen pencapaian tujuan tertentu. Misalnya tujuan nasional,
moral, politik, dakwah, dan lain-lain.
(2) interes reflektif, menempatkan seni sebagai pencerminan realitas aktual
(fakta dan kenyataan kehidupan) dan realitas khayali (realitas yang kita bayangkan sebagai sesuatu yang ideal).
dan
(3) interes estetis, berupaya melepaskan seni dari nilai-nilai pragmatis dan instrumentalis. Jadi interes estetis mengeksplorasi nilai-nilai estetik secara mandiri (seni untuk seni).
Dengan menetapkan interes seni, kita akan lebih memahami tujuan kita menciptakan karya.
3) Penetapan Interes Bentuk
Untuk mengekspresikan penghayatan nilai-nilai internal atau eksternal dengan tuntas, kita perlu mempertimbangkan kecenderungan umum minat
dan selera seni kita sendiri. Misalnya kita dapat mencermati karya-karya yang telah kita buat selama studi.
Kecenderungan yang dapat kita pilih adalah (1) bentuk figuratif, yakni karya seni rupa yang menggambarkan
figur yang kita kenal sebagai objek-objek alami, manusia, hewan, tumbuhan, gunung, laut dan lain-lain yang
digambarkan dengan cara meniru rupa dan warna benda-benda tersebut. (2) bentuk semi figuratif, yakni karya seni
rupa yang “setengah figuratif”, masih menggambarkan figur atau kenyataan alamiah, tetapi bentuk dan warnanya
telah mengalami distorsi, deformasi, stilasi, oleh perupa. Jadi bentuk tidak meniru rupa sesungguhnya, tetapi
dirubah untuk kepentingan pemaknaan, misalnya, bentuk tubuh manusia diperpanjang, atau patung dewa yang
bertangan banyak, bentuk gunung atau arsitektur yang disederhanakan atau digayakan untuk mencapai efek
estetis dan artistik. (3) bentuk nonfiguratif, adalah karya-karya seni rupa yang sama sekali tidak menggambarkan bentuk-bentuk alamiah, jadi tanpa figur atau tanpa objek (karenanya disebut pula seni rupa non objektif). Karya-karya seni rupa non figuratif, jadinya merupakan susunan
unsur-unsur visual yang ditata sedemikian rupa untuk menghasilkan satu karya yang indah. Istilah lain menyebut
karya seni rupa non figuratif adalah karya seni abstrak. Pada umumya karya abstrak yang berhasil adalah karya
yang memiliki “bentuk bermakna”. Artinya sebuah karya seni yang memiliki kapasitas membangkitkan pengalaman
estetis bagi orang yang mengamatinya. Dengan kata lain karya seni yang dapat membangkitkan perasaan yang
menyenangkan, yaitu rasa keindahan.
4) Penetapan Prinsip estetik
Pada umumnya karya seni rupa murni menganut prinsip estetika tertentu. Kita harus dapat mengidentifikasi
cita rasa keindahan yang melekat pada karya-karya yang pernah kita ciptakan. Pada tahap ini, kita perlu
menetapkan prinsip estetika yang paling sesuai untuk mengungkapkan pengalaman kita. Alternatif prinsip
estetika yang dapat dipilih ialah: (1) pramodern, prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas
merepresentasi bentuk-bentuk alam, atau aktivitas pelestarian kaidah estetik tradisional (2) modern, prinsip
estetika yang memandang seni sebagai aktivitas kreatif, yang mengutamakan aspek penemuan, orisinalitas,
dan gaya pribadi atau personality. (3) posmodern, prinsip estetika yang memandang seni sebagai aktivitas
permaianan tanda yang hiperriil dan ironik, sifatnya eklektik (meminjam dan memadu gaya seni lama)
dan menyajikannya sebagai pencerminan budaya konsumerisme masa kini.
b. Aspek Visual
1) Struktur Visual. Untuk mewujudkan aspek konseptual
menjadi karya visual, perlu ditegaskan lebih spesifik
dalam subject matter, masalah pokok atau tema seni
yang akan diciptakan. Misalnya tema sosial: kemiskinan,
dengan pilihan objek “pengemis”. Tema perjuangan:
dengan pilihan objek “Pangeran Diponegoro”, tema
religius: lukisan kaligrafi dengan objek “ayat tertentu”,
dan lain sebagainya. Objek-objek tersebut dapat
divisualisasikan dengan berbagai cara, pilihlah unsur-
unsur rupa (garis, warna, tekstur, bidang, volume,
ruang), sesuai dengan kebutuhan interes seni, interes
bentuk dan prinsip estetika yang telah ditetapkan
dalam aspek konseptual.
2) Komposisi. Hasil seleksi unsur-unsur rupa dikelola, ditata,
dengan prinsip-prinsip tertentu, baik terhadap setiap
unsur secara tersendiri maupun dalam hubungannya
dengan bentuk atau warna. Dengan memperhatikan empat
prinsip pokok komposisi, yaitu: proporsi, keseimbangan,
irama, dan kesatuan untuk memperlihatkan karakteristik
keunikan pribadi kita.
3) Gaya pribadi
Dalam penciptaan karya seni, karakteristik atau ciri
khas seorang perupa merupakan faktor bawaan, yang
menandai sifat unik karya yang diciptakannya. Misalnya
Raden Saleh, Basoeki Abdullah dan S. Soedjojono,
meskipun sama-sama melukis dengan gaya realisme,
karyanya akan sangat berlainan karena unsur gaya pribadi.
Karya Raden Saleh menghadirkan suasana dramatis
aristokratis, karya Basoeki Abdullah memperlihatkan
idealisasi keindahan yang permai, sedangkan karya
S. Soedjojono menghadirkan suasana heroisme dan
nasionalisme.
Dalam aktivitas pembelajaran seni rupa, gaya pribadi
akan lebih mudah terlihat apabila kebebasan berkreasi
diberikan, sehingga karya-karya siswa dengan sendi-
rinya memperlihatkan keberagaman gaya seni sesuai
kepribadiannya masing-masing.
2. Aspek Operasional
Langkah-langkah kerja dalam keseluruhan proses
perwujudan karya dimulai dari penetapan bahan, peralatan utama
dan pendukung, serta teknik-teknik dalam memperlakukan
bahan dengan peralatannya. Seluruh proses dikelompokkan ke
dalam tiga tahap: (1) Tahap persiapan. pengadaan dan pengolahan
bahan utama, bahan pendukung, dan pengadaan peralatan. (2)
Tahap Pelaksanaan, berkenaan dengan pengalaman artistik,
aktivitas proses kreasi dari awal hingga selesai. (3) Tahap akhir,
karya seni rupa yang sudah diciptakan, masih membutuhkan
tindakan-tindakan khusus supaya siap dipamerkan. Jenis karya
seni rupa tertentu memerlukan pembersihan menyeluruh, lapisan
pengawet (coating), atau lembaran kaca dan bingkai. Jenis lain
membutuhkan kemasan. Semuanya harus digarap dengan baik,
sampai sebuah karya seni rupa dikatakan siap pamer.
F. Pengertian Dasar Seni Lukis
Penciptaan karya seni lukis, menuntut pengetahuan dan
spesialisasi bidang keahlian, karena itu diperlukan pengetahuan
dasar seni lukis sebagai fondasi proses kreatif yang dilakukan.
1. Ruang lingkup seni lukis
Sebenarnya banyak pengertian seni lukis yang didefinisikan
oleh para pakar seni, namun pada umumnya, tidak ada
satupun definisi yang dapat memuaskan semua orang. Karena
sesungguhnya seni lukis itu memiliki keberagaman dan memiliki
banyak aliran, yang satu sama lain di samping mempunyai
persamaan, juga tidak jarang saling bertentangan secara
diametral. Dari sekian banyak definisi itu, di sini dipilih salah
satu definisi sebagai bekal dasar yang cukup relevan memahami
pengertian seni lukis.
Secara teknis lukisan adalah pembubuhan pigmen atau wama
dengan bahan pelarut di atas permukaan bidang dasar, seperti
pada kanvas, panel untuk menghasilkan sensasi atau ilusi
ruang, gerakan, tekstur, untuk mengekspresikan berbagai
makna atau nilai subjektif, baik yang sifatnya intelektual, emosi,
simbolik, relegius, dan lain-lain.
Selanjutnya Herbert Read mengatakan Seni lukis adalah
penggunaan garis, warna, tekstur, ruang dan bentuk, shape, pada
suatu permukaan, yang bertujuan menciptakan berbagai image.
Image-image tersebut bisa merupakan pengekspresian ide-ide,
emosi, dan pengalaman-pengalaman, yang dibentuk sedemikian
rupa sehingga mencapai harmoni. Adapun pengalaman yang
diekspresikan itu adalah pengalaman yang berisi keindahan
atau pengalaman estetik.
Menurut Edmund Burke Feldman pengekspresian itu
menggunakan (1) Unsur-unsur visual, yang terdiri dari
garis, warna, bentuk, tekstur dan ruang atau gelap terang,
(2) Organisasi dari unsur-unsur tersebut, yang meliputi
kesatuan, keseimbangan, irama dan perbandingan ukuran.
Dari sisi lain, kritikus seni rupa Dan Suwaryono
mengemukakan bahwa seni lukis memiliki dua faktor. (1)
Faktor Ideoplastis: ide, pendapat, pengalaman, emosi, fantasi,
dan lain-lain. Faktor ini lebih bersifat rohaniah yang mendasari
penciptaan seni lukis. (2) Faktor Fisioplastis: yang meliputi
hal-hal yang menyangkut masalah teknis, termasuk organisasi
elemen-elemen visual seperti garis, warna tekstur, ruang, bentuk
(shape) dengan prinsip-prinsipnya. Dengan demikian faktor ini
lebih bersifat fisik dalam arti seni lukisnya itu sendiri.
Seni lukis adalah wujud ekspresi yang harus dipandang
secara utuh. Keutuhan wujud itu, terdiri dari ide dan organisasi
elemen-elemen visual. Elemen-elemen visual tersebut
disusun sedemikian rupa oleh seorang pelukis dalam
bidang dua dimensional. Pengertian seni lukis sesungguhnya
mencakup ruang lingkup yang lebih luas dari sebuah defenisi,
karena seni lukis juga mengenal istilah lukisan dinding, lukisan
miniatur, lukisan pottery, lukisan manuskrip, lukisan jambangan,
lukisan mosaik, lukisan potret, lukisan kaca. lukisan enamel,
lukisan teknologis yang dibuat dengan menggunakan media
elektronik, seperti komputer. Perhatikan lukisan Gambar
2.3, dikenal sebagai vector art, dikerjakan dengan komputer,
hasilnya cukup realistis. Bandingkan dengan Gambar 2.4, Di
Depan Kelambu Terbuka karya Soedjojono, dikerjakan secara
manual dan menampilkan gaya pelukisan ekspresionisme.
Seni lukis yang lebih populer di tengah masyarakat dan
di ajarkan di lembaga pendidikan kesenian pada dasarnya
adalah easel painting, jenis lukisan yang berukuran lebih kecil
dari lukisan dinding atau mural. Sejenis seni lukis yang lebih
fleksibel, karena para pelukis dapat membawa easel yang praktis
itu keberbagai lokasi untuk melukis di alam bebas, di samping
dapat pula digunakan berkarya di studio seni lukis. Berikut ini
disajikan beberapa masalah yang berkaitan dengan pengetahuan
seni lukis.
2. Unsur Visual
a. Garis
Titik tunggal dalam ukuran kecil memiliki tenaga yang
cukup untuk merangsang mata kita dan dapat berperan sebagai
‘awalan’. Apabila titik digerakkan maka dimensi panjangnya
akan tampak menonjol dan sosok yang ditimbulkannya disebut
‘garis’. Garis dapat berupa goresan yang kita buat di atas sebuah
bidang, tetapi garis dapat pula mewakili bekas roda, tiang
bambu, kawat, pancaran cahaya, ruang antara dua bangunan
atau dinding, jalan yang melintasi kota, sungai, kontur tanah
yang berkelok-kelok, kontur pegunungan, bangunan, batas dinding dengan lantai, dan seterusnya.
Garis dapat memberikan kesan gerak, ide, atau simbol. Pada
karya seni lukis garis dapat mengekspresikan suasana emosi
tertentu, seperti perasaan bahagia, sedih, marah, teratur, kacau,
bingung, dan lain sebagainya. Secara fisik garis dapat dibuat
tebal, tipis, kasar, halus, lurus, lengkung, berombak, memanjang,
pendek, putus-putus, patah-patah dan banyak lagi. Unsur garis
juga dapat membangun asosiasi kita kepada kesan tertentu,
misalnya garis horisontal kesannya tenang, tidak bergerak, diam,
dan lebar. Sementara garis vertikal kesannya agung, stabil, tinggi,
sedangkan garis diagonal kesannya, jatuh, bergerak.
Garis adalah salah satu elemen yang penting dalam seni
lukis. Pedoman seni yang penting dan ampuh sebagaimana
juga yang terdapat dalam hidup, adalah makin nyata, tajam
dan kuat garisnya, makin sempurna hasil seninya. Garis dapat
diciptakan melalui (1) kontur, garis paling luar dari benda yang
dilukis, (2) Batas pemisah antara dua warna atau cahaya terang
dan gelap, (3) lekukan pada bidang melingkar atau memanjang
lurus, (4) batas antara dua tekstur yang berlainan.
Dalam Kebudayaan Timur, para pelukis sangat terpesona oleh
kekuatan garis, baik di Cina, Jepang, India, maupun Indonesia.
Untuk memahami kekuatan garis dalam seni lukis, pekritik
seni rupa Sudarmaji mengatakan: “Lukisan Cina klasik yang
bersifat grafis memberikan kesan puitis, lembut, penuh irama
yang terkendali, serta menimbulkan efek perasaan tenteram.
Sebaliknya pelukis Vincent van Gogh yang menggunakan garis
pendek, patah-patah menimbulkan efek yang keras tegar. Ada
kesan ledakan dan pemberontakan. Jika garis begitu ditunjang
juga oleh warna keras menyala, sempurnalah kesan kekerasan
dan pemberontakan itu. Di dunia Barat, Henry Matisse, Pablo
Picasso, Paul Klee, Roul Dufi sebagian dari tokoh yang kuat
dalam garis. Jika garis digoreskan dengan jujur mengikut kata
batin, akan ditemukan identifikasi seseorang. la menjadi personal.
Dengan garis dapat lahir bentuk, tapi juga bisa mengesankan
tekstur, nada dan nuansa, ruang dan volume yang kesemuanya
melahirkan suatu perwatakan.”
Dari penjelasan di atas kiranya dapat dimengerti, bahwa
unsur garis dalam seni lukis dapat dipergunakan sesuai dengan
kebutuhan. Teknik penguasaan dan pengendalian garis dalam
seni lukis memang memerlukan latihan yang intensif, tanpa
latihan yang kontinu maka bakat tidak akan berkembang optimal.
b. Warna
Secara fisika warna ditimbulkan oleh sinar matahari, bila
kita sorotkan sinar matahari ke sebuah kaca prisma maka sinar tersebut akan terurai menjadi beberapa sinar warna, yang
disebut spektrum warna. Setiap spektrum mempunyai kekuatan
gelombang yang kemudian sampai pada mata kita, sehingga kita
dapat melihat wama tertentu.
Pada alam terdapat dua jenis penerima cahaya, yakni sebagai
pemantul dan sebagai penyerab cahaya. Secara fisiologi stimulasi
cahaya memantulkan warna suatu objek sehingga merangsang
mekanisme mata kita, kemudian rangsangan tersebut disalurkan
melalui syaraf optik ke otak, sehingga kita dapat mengenali
warna itu. Secara psikologis telah terbukti bahwa warna dapat
mempengaruhi kegiatan fisik maupun mental kita. Reaksi kita
terhadap wama bersifat instingtif dan perseorangan, karenanya
sensitivitas setiap orang juga berbeda kepada warna-warna.
Pada berbagai aliran seni lukis dalam sejarah seni rupa telah
dikenal manifenstasi tatawarna tertentu, seperti skema warna
klasik, skema warna Rembrandt, dan lain sebagainya.
Peran warna dalam kegiatan seni lukis sangat esensial,
baik pada masa pra modern, masa modem, maupun masa
posmodern. Pada umumnya para pelukis memanfaatkan
warna untuk menyatakan gerak, jarak, tegangan, deskripsi rupa
alam, naturalis, ruang, bentuk, ekspresi atau makna simbolik.
Untuk memahami lebih komprehensif peran warna dalam seni
lukis, berikut ini akan disajikan sifat optis warna, notasi warna,
warna objek, pigmen, yang kesemuanya sangat menentukan
kualitas penciptaan sebuah lukisan.
c. Sifat Warna
Dalam teori warna dikenal ada tiga sifat optis, optical
property, yaitu: hue, value, dan saturation. Hue adalah tingkat
kepekatan wama, misalnya merah, merah oranye, atau hijau, biru,
biru keunguan dan seterusnya. Yang dimaksud dengan value
adalah fenomena kece-merlangan dan kesuraman wama. Nilai
rendah adalah warna yang cenderung suram atau kegelapan,
sementara nilai tinggi adalah kecenderungan warna yang
terang dan cemerlang. Misalnya gejala demikian dapat kita
lihat pada skala derajat warna abu-abu dari hitam ke putih.
Sedangkan saturation adalah intensitas nada warna untuk
menunjukkan wama-wama menyala, dan warna-warna yang
suram. Semakin murni penggunaan warna semakin tinggi
intensitasnya, sebaliknya semakin tidak murni penggunaan
warna semakin rendah intensitasnya. Pada tahun 1940-an seni
lukis Affandi dominan menggunakan warna-wama suram atau
kusam, kemudian lukisannya berkembang kepenggunaan warna-
wama yang cerah. Lihat Gambar 2.2 (halaman 11), Karya Affandi
Potret Diri dan Matahari, 1977, yang menggunakan warna-warna merah, oranye, kuning dengan warna latar belakang yang terang
abu-abu keputihan.
d. Notasi Warna
Notasi warna, color notation, adalah sistem klasifikasi atau
identifikasi warna menurut sifat-sifat optisnya. Dalam konteks
ini dikenal Sistem Munsell, Sistem Ostwald, Sistem Plochere,
dan Sistem Maxwell. Tatanan warna dalam the hues of the
spectrum terdapat pada warna pelangi di alam. Sedangkan
dalam lingkaran warna, color circle, dapat dilihat warna primer,
merah, biru, dan kuning. Warna skunder, adalah hijau, ungu,
oranye, ketiganya merupakan hasil pencampuran warna primer.
Warna komplementer letaknya bertolak belakang pada lingkaran
warna, misalnya merah dengan hijau, biru dengan oranye, dan
kuning dengan ungu. Terang dan gelap diungkapkan dengan
warna putih dan hitam. Sedangkan wama netral adalah warna
abu-abu. Bila hue adalah nama suatu warna, value kecerahan
dan kecemerlangan wama, maka chroma adalah sifat kualitas,
intensitas, dan kejernihan warna.
e. Warna-Warna Antara
Setelah warna primer, warna skunder, dan warna
komplementer, dikenal pula warna-warna antara, intermediate
color, seperti merah oranye, merah ungu, biru ungu, hijau biru,
kuning hijau, dan oranye kuning. Sebenarnya dalam teori warna,
jumlah warna ada delapan puluh warna.
f. Warna Hangat dan Warna Sejuk
Dari lingkaran wama dapat pula ditentukan warna hangat-
panas dan warna sejuk-dingin, the warm color, the cool color.
Warna yang memberi efek kehangatan adalah merah, oranye
dan kuning, sementara wama hijau dan biru memberikan efek
yang menyejukkan.
Pengertian ini kita terjemahkan dari penglaman keseharian,
pada saat kita mendekati wama api yang merah, kita tentu
merasa kehangatan, atau, malah jika terlalu dekat bisa kepanasan.
Sementara bila kita berada di daerah pegunungan yang hijau
atau gunung yang kebiruan kita merasakan iklim yang sejuk.
Asosiasi kita mengenai pengalaman real seperti itu menyebabkan
kita mengartikan sifat warna menjadi hangat-panas bagi warna
merah, oranye dan kuning, sementara warna hijau dan biru
memberikan efek menyejukkan atau dingin.
g. Warna Kromatik dan Akromatik
Warna kromatik, chromatic color, terdiri dan warna hitam,
putih, dan abu-abu, selebihnya termasuk warna akromatik,
achromatic color, seperti merah, biru, kuning, hijau, oranye dan
seterusnya. Dalam seni lukis penggunaan warna tunggal sering
diartikan sebagai warna kromatik, sementara penggunaan warna
yang meriah, menggunakan banyak warna, disebut polychromatic.
h. Warna Objek dan Warna Pigmen
Warna objek adalah warna yang terkena sinar warna
spektrum, yang mengenai mekanisme mata pengamat adalah
warna spektrum dengan panjang gelombang tertentu yang
dipantulkan oleh objek pengamatan. Jika objeknya biru, maka
warna spektrum biru panjang gelombang birulah yang dicerap
mata pengamat. Ini berarti pantulan warna tersebut adalah
pantulan warna biru, sedangkan sisanya diserap oleh permukaan
objek tersebut.
Warna pigment atau coloring material yang berupa bubuk
halus yang disatukan dengan zat pengikat, atau paint vehicle
merupakan warna cat yang dikenal luas, seperti cat air, cat
poster, cat gouache, cat tempera, cat minyak, cat akrilik, dan
lain sebagainya.
3. Ruang
Ruang, space, extens or area of ground, surface etc. Artinya,
ruang adalah keluasan dari suatu bidang atau permukaan. Dalam
Design Elementer disebutkan ruang bisa dikatakan bentuk dua
atau tiga dimensional, bidang atau keluasan. Keluasan positif
atau negatif yang dibatasi oleh limit.
Berbeda dengan pengertian garis, ruang mempunyai dua
dimensi tambahan yaitu lebar dan dalam. Ruang mempunyai
gerakan arah dan ciri umum seperti halnya: diagonal,
horisontal, bergelombang, lurus, melengkung dan lain-lainnya.
Untuk memperjelas ini, maka batasan utama adalah yang
paling sesuai, yaitu ruang adalah keleluasaan dari satu bidang
atau permukaan yang mempunyai bentuk dua dimensional.
4. Tekstur
Pada umumnya para pelukis memanfaatkan tekstur, texture
is quality of surface: smooth, rough, slick, grainy, soft, or hard.
Kualitas taktil dari suatu permukaan, nilai kesan raba atau
berkaitan dengan indra peraba. Suatu struktur penggambaran
permukaan objek, seperti.
buah-buahan, kulit, rambut, batu,
kain, barang elektronik, dan lain sebagainya. Tekstur bisa
kasar, halus, keras, lunak, berbutir, bisa juga kasar atau licin,
teratur, atau tidak beraturan, sesuai dengan kualitas yang
ingin diekspresikan.
Tekstur dibuat di atas kanvas, bisa dengan cat yang dicampur
dengan bahan-bahan lain, seperti modeling paste, pasir, bubuk
marmar, dan lain lain. Pada umumnya tekstur digunakan tidak
semata-mata dari segi teknis, tetapi mengacu kepada substansi
lukisan, atau ekspresi lukisan. Jika nilai ekspresi merupakan
unsur pokok lukisan, maka pemanfaatan tekstur merupakan
pendukung pengejawantahan nilai ekspresi itu sendiri.
Para pelukis memanfaatkan unsur tekstur untuk variasi,
fokus atau kesatuan. Kesemuanya itu dapat terjadi dengan
kesengajaan pelukisnya, maupun karena sifat dari media yang
dipakai ketika melukis. Dalam kaitannya dengan para pelukis
formalis, maka fungsi teksur dapat berubah sebagai unsur
yang berdiri sendiri, artinya tidak ada kaitannya dengan tujuan
eksternal tertentu, bagi mereka penggarapan tekstur semata-
mata untuk mencapai efek estetis dalam kesatuan lukisan. Lihat
pada lukisan Ahmad Sadali (gambar 2.7), yang menggunakan
tekstur nyata dengan latar pewarnaan yang kelam, kemudian
diberi aksentuasi warna-warna emas. Sedangkan pada gambar
2.8, Fajar Sidik menyajikan latar warna cerah merah dengan
menyajikan bentuk-bentuk lingkaran, segi tiga, trapesium dan
lain-lain. Bentuk-bentuk itu diisi dengan warna merah, hijau tua,
biru laut, hijau muda, merah jambu, oranye dan kuning gading.
Fajar Sidik berusaha menggabungkan peralihan bentuk dengan
warna komplementer merah-hijau dalam intensitas warna yang
berlainan. Efek pengisian warna pada motif berwarna gelap
menghasilkan garis yang tegas di sekeliling motif tadi. Hal ini
menimbulkan efek ritmis yang dinamis nyaris di seluruh bidang
kanvas. Bentuk dan warna bulan sabit tampil sebagai keunikan
lukisan (singular sign).
Jika seseorang mengamati permukaan lukisan dan mendapat
kesan kasar, kemudian meraba lukisan tersebut benar-benar juga
kasar. Atau sebaliknya kesan pengamatan memberi kesan halus,
ketika diraba juga halus, maka jenis tekstur seperti itu disebut
tekstur nyata, actual texture, karena antara hasil pengamatan
dengan kenyataan memiliki kualitas yang sama. Jika seseorang
mendapat kesan kasar pada pengamatan permukaan objek
lukisan, sementara hasil perabaannya sesungguhnya halus, atau
kesan pengamatan halus dan kesan raba kasar, maka jenis tekstur
seperti ini disebut tekstur semu, simulated texture or synthetic texture,
Karena antara hasil pengamatan dengan kenyataan sesungguhnya
tidak sama melainkan berbeda alias tidak nyata. Biasanya tekstur
seperti ini dihasilkan dari efek permainan warna, pola, nada,
dan garis.
Bagaimana pemanfaatan unsur tekstur ini dalam lukisan,
dapat disimak pada uraian berikut, The expressionist type of picture
(see van Gogh: Night Café); gives a violent’
and spasmodic sensation
of movement through its texture, in accord with the more powerful
emotion the artist wishes to express (Meyers, 2004: 161). Dengan
demikian maka pemanfaatan tekstur seiring dengan keinginan
mengekspresikan sesuatu, pada kasus van Gogh terlihat kaitan
antara tekstur dengan emosi pelukisnya.
5. Bentuk
Semua karya seni rupa mempunyai bentuk, apakah realistik
atau abstrak, representasional atau non representasional,
dirancang dengan cermat dan hati-hati atau dihasilkan dengan
spontan. Seni lukis, apapun jenis dan alirannya semuanya
merupakan pengorganisasian elemen rupa menjadi bentuk seni.
Dalam teori seni pemakaian istilah bentuk merupakan
terjemahan dari shape, sedangkan istilah wujud merupakan
terjemahan dari form. Bentuk biasanya diartikan sebagai
aspek visual, bagian-bagian yang tergabung menjadi satu yang
disebut rupa atau wujud. Dalam konteks seni rupa, wujud
mengandung pengertian yang khas, yaitu yang memberikan tatanan khusus sehingga mampu mempengaruhi persepsi
pengamat. Artinya wujud atau perupaan yang mampu
merangsang pengalaman psikologis tertentu bagi pengamat.
Dalam praktiknya istilah ini sering dipertukarkan pemakaiannya.
Di Indonesia pada umumnya hanya dipergunakan istilah bentuk
untuk mengartikan rupa atau wujud karya seni.
Bentuk dalam pengertian seni lukis memiliki banyak segi,
ada bentuk figuratif, bentuk semi figuratif dan bentuk non
figuratif. Bentuk figuratif bisa menghasilkan bentuk imitatif yakni
berupaya meniru segala bentuk perwujudan benda-benda alam
(keindahan pegunungan, pantai, daerah pertanian, fauna, flora,
potret, dalam setting alamiahnya) atau bentuk ciptaan manusia
(seperti pabrik, kota, pelabuhan, café, dan lain-lain) objek
ini di lukis persis seperti keadaan aslinya). Karya-karya yang
dihasilkan dengan sendirinya cenderung menjadi naturalisme atau realisme. Atau jika kehadirannya dipicu oleh kehidupan
bawah sadar pencipatanya, maka bisa pula menghasilkan karya-
karya surealisme seperti pada karya-karya Salvador Dali, Sudibio,
atau Ivan Sagito.
Bentuk semi figuratif antara lain bentuk distorsif, bentuk
yang telah dirubah dari bentuk asal menjadi bentuk yang
lebih estetis sesuai dengan cita rasa penciptanya. Dengan
gaya perseorangan yang khas bisa dihasilkan dengan teknik
pemanjangan, pemendekan, peninggian, pemiringan, dan
perubahan-perubahan lain dari objek yang dilukis, semuanya
ditujukan untuk maksud-maksud tertentu sebagai pengungkapan
pengalaman seni perseorangan. Juga dikenal bentuk geometris,
teknik pelukisan yang menghadirkan bentuk-bentuk yang tertib,
teratur, dengan pengulangan objek atau motif tertentu sesuai
dengan kebutuhan. Bentuk dalam konteks ini bisa dihasilkan dari
analisis bentuk alam menjadi bentuk dasar dengan kebebasan
yang bervariasi, seperti lukisan kubisme, optical art dan
sejenisnya. Karya yang dihasilkan bisa semi figuratif, dan bisa
pula menjadi abstrak geometris, apabila bentuk lukisan tidak
lagi menggambarkan bentuk-bentuk yang bisa diamati dalam
kehidupan keseharian. Jika pelukisan menjadi bidang warna
yang datar dalam karya maka bentuk-bentuk yang dihasilkan
menjadi neo plastisisme, seperti karya Piet Mondrian, atau
color field painting, seperti karya Ellswort Kelly. Sebaliknya jika
pelukisannya disertai unsur emosi maka akan menjadi abstrak
ekspresionisme seperti karya Jackson Pollock. Atau jika bentuk
itu tidak berupaya mencapai efek tiga dimensional disebut
bentuk dekoratif, seperti lukisan-lukisan tradisional Bali, atau
karya-karya Kartono Yudhokusumo, Mulyadi W. Batara Lubis
dan lain-lain.
G. Penciptaan Desain
Desain sebagai kata kerja berarti proses penciptaan objek baru,
sedangkan sebagai kata benda desain berarti hasil akhir sebuah
proses kreatif baik dalam wujud rencana, proposal, atau karya
desain sebagai objek nyata.
Sebagai aktivitas reka letak atau perancangan, desain dikerjakan
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan benda-benda
fugsional yang estetis. Proses kreasi desain mencakup (1) studi
pendahuluan (2) Profil Pasar dan Segmen Konsumen. (3) Alternatif
Desain, (4) Uji coba, dan (5) Standar prosedur Produksi.
Penciptaan desain bisa atas dasar pesanan pihak tertentu, dan bisa
pula berupa ciptaan pedesain yang ditawarkan kepada masyarakat
yang menjadi segmen pasar. Pada tahap studi pendahuluan pedesaan mengkaji trend produk sejenis, aspek bahan baku, teknik dan
proses kreasi, susunan rupa, gaya, fungsi, harga, dari jenis desain
yang akan diciptakan.
Penciptaan alternatif desain pada umumnya mempertimbangkan
faktor kebutuhan fungsional, faktor estetis, faktor lingkungan, dan
faktor kenyamanan dan keamanan masyarakat pengguna desain, baik
dalam arti fisik maupun mental. Sedangkan uji coba merupakan
upaya mendeteksi sejauh mana alternatif desain awal telah memenuhi
kriteria standar desain. Kesimpulan dari hasil analisis dan evaluasi
yang dilakukan dipergunakan untuk memperbaiki desain awal,
sehingga diperoleh karya desain yang representatif dan memuaskan.
H. Prinsip Desain
Dalam proses kreasi seorang pedesain biasanya memerlukan
pengetahuan dasar tentang keselarasan, kesebandingan, irama,
keseimbangan dan penekanan.
1. Keselarasan (harmony)
Dalam suatu desain adalah keteraturan tatanan di antara
bagian-bagian desain, yaitu susunan yang seimbang, menjadi
satu kesatuan yang padu dan utuh, masing-masing saling
mengisi sehingga mencapai kualitas yang disebut harmoni.
Faktor keselarasan merupakan hal utama dan penting dalam
penciptaan sebuah karya desain.
2. Kesebandingan (proportion)
Merupakan perbandingan antar satu bagian dengan bagian
lain, atau antara bagian-bagian dengan unsur keseluruhan secara
visual memberikan efek menyenangkan, artinya tidak timpang
atau janggal baik dari segi bentuk maupun warna.
3. Irama (rythme)
Dalam pengertian visual dapat dirasakan karena ada faktor
pengulangan di atas bidang atau dalam ruang, yang menyebabkan
timbulnya efek optik seperti gerakan, getaran, atau perpindahan
dari unsur yang satu ke unsur yang lain. Faktor irama ini
kerap kali memandu mata kita mengikuti arah gerakan dalam
karya desain.
4. Keseimbangan (balance)
Dalam penciptaan desain adalah upaya penciptaan karya
yang memiliki daya tarik visual. Kesimbangan pada unsur dan
bagian desain, maupun pada keindahan dan fungsi desain.
Keseimbangan dapat memberikan efek formal (simetri),
informal (asimetri), atau efek statik (piramid) dan dinamik
(bola) efek memusat, memencar, dan lain sebagainya. Jadi
faktor keseimbangan bertalian dengan penempatan unsur
visual, keterpaduan unsur, ukuran, atau kehadiran unsur pada
keluasan bidang-ruang terjaga bila struktur rupa serasi dan
sepadan, dengan kata lain bobot tatanan rupa memberi kesan
mantap dan kukuh.
5. Penekanan (emphasis)
Dalam merealisasi gagasan desain, adalah penentuan faktor
utama yang ditonjolkan karena kepentingannya, ada faktor
pendukung gagasan yang penyajiannya tidak perlu mengundang
perhatian, meski kehadirannya dalam keseluruhan desain tetap
penting. Prinsip penekanan dapat dilakukan dengan distorsi
ukuran, bentuk, irama, arah, warna kontras, dan lain-lain.